CAVIAR
Cipt
: Silvia S.P
Sinar mentari telah menepi pada
singgasananya. Membiarkan kilauannya yang terpancar menyeruak luas pada seisi
bumi. Kilauannya begitu terang, memasuki segala celah-celah terkecil yang tak
terlihat. Mentari, tengah berkuasa sekarang. Gorden dari surai emas tampak
digulung rapih dari geraiannya, membuat kilauan mentari terpaksa masuk ke
sebuah kamar. Kamar yang berdiri didalam sebuah rumah besar bagaikan gedung
pencakar langit, membuat orang baru yang masuk dapat tersesat didalamnya.
Kilauan itu tampak semakin agung, begitu kilauannya menerpa seluruh penjuru
kamar dengan aksen megah itu. Keseluruhan kamar didominasi warna emas dengan
kerlap-kerlip perak yang menghiasinya.
Dengan ranjang raksasa beratap kenopi berkerut bagaikan tempat tidur ratu inggriss atau alih-alih konglomerat. Seprainya halus dan diganti setiap harinya dengan aroma bunga tulip murni yang dipakai pembantunya saat mencuci hingga menempel pada tubuh seorang gadis yang tertidur diatasnya.
Dengan ranjang raksasa beratap kenopi berkerut bagaikan tempat tidur ratu inggriss atau alih-alih konglomerat. Seprainya halus dan diganti setiap harinya dengan aroma bunga tulip murni yang dipakai pembantunya saat mencuci hingga menempel pada tubuh seorang gadis yang tertidur diatasnya.
Gadis itu bersurai lembut dengan emas sebagai warna rambutnya. Tak percaya? Gadis itu juga tak mengerti. Ini semua karna mendiang ayahnya, yang menggunakan uang yang besar untuk sebuah rekayasa genetika. Membuat gadis itu berbeda dengan orang-orang disekitarnya. Gadis bersurai emas itu terbangun, pemandangan pertama yang ia lihat adalah para pembantunya yang berlalu lalang. Mengganti bunga tulip yang belum layu dengan bunga yang baru.
“Nyonya besar, ini sarapannya” Ucap seorang
maid sembari meletakan nampan sarapan diatas paha gadis itu.
“Jangan panggil aku seperti itu, aku bahkan
masih 17 tahun.”
Pembantu itu hanya tersenyum, dan berlalu
pergi. Gadis itu pun bergegas menyelesaikan sarapannya, dan lekas bersiap-siap
untuk berangkat kesekolah. Setelah semuanya siap, gadis itu bercermin sebentar
lalu mengikat rambutnya tinggi, dan segera menghampiri ibunya yang sudah
menunggu didalam limousine putihnya. Tak butuh waktu lama, ia pun sampai
disekolahnya. Semua mata tertuju padanya, serta ibunya yang baru saja keluar
dari mobil mewah itu. Pemandangan yang sama yang ia dapatkan disetiap harinya
saat sampai kesekolah. Ia benci tatapan itu, tatapan segan-takut-kagum, secara
bersamaan itu. Ia benci menjadi berbeda! Ia benci menjadi Si Kaya!
“Silvia,Jangan membungkuk! Dan ingat! Ada event besar nanti malam, segera pulang
jika sudah selesai sekolah.Okay?Sweet heart?” Ucap Ibunya memperingati dan
setelah itu pergi dengan limousinenya.
Silvia-gadis itu-pun segera berlalu menuju
kelasnya, duduk dibangkunya dengan seorang teman laki-laki yang duduk bersama
dengannya. Dia-Kai- pria berkulit tan dengan garis wajah yang tampan. Jangan
salah paham. Mereka hanya bersahabat. Ada seutas tali tipis diantara cinta
dengan sahabat laki-laki. Tapi jujur Silvia tak pernah merasakan debaran
jantung sedikitpun ketika bersama laki-laki itu. Silvia mendesah berat, dan
membuka tasnya lalu mengeluarkan kotak keemasan yang dibubuhi pita perak, ia
pun menyerahkannya pada Kai.
“Aku
sedang tidak berulang tahun,sil”
“Itu
bukan hadiah. Mama berencana membawa inggriss kerumahku. Itu undangan
pesta,Kai. Pesta pertunanganku” Jelas Silvia
Kai terkejut bukan main, ini terlalu mewah
untuk desain sebuah undangan. Pria itu mengelus lembut surai emas sahabatnya.
Ia tahu, Silvia tak menyukai hal ini. Silvia tersenyum miris, yah.. ia sebentar
lagi akan melangsungkan pernikahan politik. Tentu itu dilangsungkan setelah ia
lulus SMA dan Kuliah pastinya. Pernikahan Politik! Pernikahan yang didasarkan
akan penggabungan dua perusahan menjadi satu kesatuan besar dan pasukan sekutu.
Jelasnya, bukan atas dasar cinta.
Inilah sulitnya menjadi Si Kaya. Hidup penuh
dengan pengekangan, dengan banyaknya kelangkaan. Langka cinta, langka
kebebasan, langka tata karma dan langka rasa peduli. Tidak seindah yang
diketahui oleh si Miskin atau si Menengah. Silvia tersenyum mengingat hal itu,
tiba-tiba muncul pertanyaan aneh dibenaknya. Apa yang sebenarnya tak
diketahui Si Miskin? Dan apa yang tidak diketahui si Kaya? Ada berapa jawaban?
100 atau hanya 1?
Hari itu ternyata sekolah pulang lebih awal.
Membuat ia bingung harus pergi kemana sembari menunggu jemputannya datang.
Akhirnya, ia putuskan untuk kabur berkelana sebentar sebelum bodyguardnya itu
datang. Ia berjalan menelusuri trotoar,
disepanjang langkahnya, ia dapat mendengar sebuah bisikan-bisikan basi yang
sudah sering ia dengar. Silvia duduk disebuah bangku panjang yang terletak
dibawah pohon jati yang sudah rapuh sembari menyeruput bubblenya.
“Lihat! Pasti dia orang kaya! Rambutnya aja
emas”
“Ah, apa hebatnya?! Orang kaya itu gak pernah
peduli sama rakyat kaya kita! Tuh! Liat aja gayanya!”
Silvia mendengus , lalu mengalihkan
pandangannya kearah lain, kearah seberang jalan. Ia mendapati seorang anak
berbaju lusuh dan seorang wanita paruh baya berwajah masam.
“Bu,aku mau beli kue itu! Aku kan sedang
berulang tahun. Ibu! Ibu!”
“Kue Caviar itu mahal! Buat sekolah kamu,aja
susah! Udah gak usah minta yang macem-macem. Lagian buat apa ulang tahun
dirayakan!!!”
Silvia tersenyum miris. Ia tak pernah tahu
ada percakapan seperti itu diantara ibu dan anaknya. Sungguh ia tidak pernah
membicarakan hal yang seperti itu. Yang ada hanya pembicaraan tentang saham,
perusahaan, harta gono-gini, nikah politik,produk, dan investasi. Ia hanya
membicarakan itu, dan terkadang ia merasa bosan. Ia berfikir , apa ibunya tak
pernah punya niat untuk beramal? Kenapa yang ada difikirannya hanya memperkaya
diri? Apa ia tak peduli dengan keadaan yang seperti ini?. Ia jadi membenci
hidupnya yang sudah tertata rapih. Ia bahkan sering berdo’a agar ibunya
bangkrut dan ia juga ibunya bisa merasakan yang namanya kebersamaan, berjuang
bersama, mengemis sana-sini untuk bertahan. Tidak asing satu sama lain seperti
saat ini. Jujur, ia terlalu sayang pada ibunya, untuk membencinya.
Memikirkan itu semua, membuat moodnya
memburuk, dan ia memutuskan untuk kembali kesekolah. Siapa tahu saja
bodyguardnya itu sudah datang menjemputnya. Tak butuh waktu lama, ia sudah
berada didalam mobil mewah lagi. Sepanjang perjalanan ia hanya tersenyum miris,
meratapi kesenjangan hidup yang terlalu nyata. Pengemis disepanjang jalan, dan
anak-anak yang memegang gitar naik dari satu angkutan umum ke angkutan umum
yang lain.
Malam pun tiba, Para tamu undangan yang
sebagian besar konglomerat itu bersebaran pada seisi ruangan bergaya
eropa-inggriss-itu. Kursi-kursi yang sudah tersedia diabaikan begitu saja.
Kue-kue termahal didunia banyak tersaji diruangan ini dan juga makanan lezat
yang menggugah selera. Kue coklat Noka-8,6 juta rupiah- ,Coklat Variation-5,4
juta rupiah-,Chocopologie- 2,5 juta rupiah- dan truffle putih-5 juta rupiah-
tersedia berkilo-kilo didalam ruang eropa ini.Terlalu royal hanya untuk sebuah
pesta pertunangan dan ulang tahun. Tamu-tamu itu berbincang-bincang dengan
menggenggam gelas putih berisi cairan bening yang elegan. Pelayan
berlalu-lalang menawarkan minuman , tapi tak satu pun dari mereka yang peduli,
dan sibuk dengan urusan uangnya. Mereka hanya mengambil tanpa mengucap terima
kasih,makan sambil berdiri padahal kursi sudah tersedia. Tata Krama yang buruk.
Silvia tengah mematut dirinya didepan sebuah
cermin,yang memakai gaun berwarna senada dengan rambutnya. Ibunya datang
menghampiri dan memakaikannya kalung bermata berlian biru dilehernya. Oh
ayolah, ini terlalu mahal untuk anak usia 17 tahun.
“Mama, kapan aku bisa berjalan sendiri? Aku
ingin bebas” Ucap Silvia
“Kamu sudah bebas, kamu saja yang tidak bisa
menanggung mahkotamu.” Ucap Ibunya seraya tersenyum
“Tapi aku ini apa bagimu? Apa aku ini barang
untuk memperkaya dirimu? Aku bahkan tak mencintainya.”
“Kamu bukanlah barang, Fakta kalau dia
mencintaimu itu sudah cukup, tak perlu saling mencintai, karna pada akhirnya
kamu akan jatuh cinta. Kamu seperti Caviar.” Ucap Ibunya lalu berlalu pergi.
“Apa mama masih punya uang 200 perak?”
Pertanyaan itu membuat ibunya berhenti melangkah.
“Jangan bertanya yang tidak-tidak. Cepat
keluar dan jangan membungkuk” Jawab Ibunya.
Silvia pun hanya bisa menurut, lagipula pesta
ini juga dibuat untuknya. Mau tak mau ia harus menjalaninya. Matanya memandangi
seisi ruangan,mencoba berbaur dengan suasana mewah yang ada. Matanya menangkap
sosok temannya disekolah-Kai- yang tengah memakan kue dan meminum minumanya
sembari duduk dikursi. Hanya dia yang duduk, yang lain berdiri semua,
mengesankan bahwa bajunya yang mahal akan rusak jika mereka duduk dikursi itu.
Silvia menghampiri sahabatnya itu dan duduk bersamanya, sembari memandangi
orang-orang yang tengah bercengkram dan sesekali memberi senyuman manis sebagai
rasa hormat.
“Selamat atas pertunangannya. Dan selamat
ulang tahun juga” Ucap Kai seraya tersenyum kepada sahabat wanitanya itu.
“Terima kasih,Kai. Kau satu-satunya teman
yang memandangku sebagai orang biasa. Terima kasih” Ucap Silvia
“Sama-sama, manusia dimata tuhan itu sama,
tidak kaya dan tidak juga miskin. Yang membedakan hanya amal ibadahnya.”
“Menurutmu aku ini seperti apa?”
“Caviar”
Silvia mendengus, kenapa ibunya dan Kai
menganggap ia ini Caviar, Sebenarnya apa Caviar itu? Mata nya menangkap
pemandangan sang ibu tengah melambai kearahnya. Oh, ternyata mertuanya sudah
datang. Ia pun pamit pada Kai, dan segera menghampiri ibu dan keluarga mertuanya
itu.
“Halo,Kris. Kita bertemu lagi.” Sapa Silvia
ramah
“Ya, Halo. Selamat ulang tahun” Ucap Kris
seraya menyerahkan sebuah kotak kado pink dengan pita putih menghiasinya.
Silvia membuka kotak itu, dan melihat isinya. Itu adalah sebuah kalung bermata
berlian putih. Ia sudah mendapat dua kalung hari ini.
“Berbicaralah berdua, mama dan keluarga
mertuamu ingin berbicara sebentar” Ucap Ibunya lalu pergi bersama keluarga
mertuanya, meninggalkan Silvia dan Kris berdua ditengah-tengah keramaian.
Hening menyelimuti mereka berdua, hanya suara
orang-orang disekitar mereka yang terdengar. Silvia sibuk dengan Caviar dan
Kris sibuk dengan benda persegi ditangannya. Ia masih tak mengerti mengapa dua
orang terdekatnya menganggap ia seperti Caviar bukankah Caviar itu Kue yang
berharga 74-144 juta rupiah? Kenapa ia dianggap seperti itu? Ia mendongak
menatap kearah wajah orang disampingnya, dan kenapa juga orang ini
mencintainya?
“Kenapa kamu mencintaiku? Aku saja tak
mencintaimu.” Tanya Silvia
“Cinta tak butuh alasan, yang aku tahu aku
jatuh cinta padamu pada pandangan pertama” Jawab Kris seraya tersenyum
kearahnya.
“Lalu aku ini seperti apa bagimu?”
“Caviar”
“Kenapa semua orang menganggapku seperti itu?
Memang apa alasanmu?”
Tak ada jawaban dari pemuda tampan disampingnya,
karna pemuda disampingnya itu kembali sibuk mengetik sesuatu di Handphone
putihnya. Silvia hanya mendengus kesal, bagaimana ia bisa berusaha mencintai
pria disampingnya kalau sikapnya seperti ini. Benar-benar menyebalkan. Silvia
melangkahkan kakinya pergi meninggalkan pemuda disampingnya yang masih sibuk
dengan handphonenya menuju sahabatnya –Kai-. Silvia mendengus saat sudah berada disana, sementara Kai hanya terkekeh pelan melihat tingkah
sahabatnya itu. Benar-benar terlalu terobsesi.
“Kenapa kamu menganggapku Caviar, Kai?” Tanya
Silvia
“Karna kamu Terlalu terobsesi, Tidak peka
sama seperti Caviar. Kue itu tak sadar kalau ia merupakan kue bangsawan.
Terlalu terobsesi karna kue itu laku keras, dan hingga tak sadar kalau ia
adalah sebuah kue. Sama seperti kamu, Tidak peka pada kenyataan kalau kamu
adalah orang kaya, dan terlalu terobsesi hingga menimbulkan banyak pertanyaan
dari benak mu dan lupa kalau kamu adalah manusia biasa.” Ucap Kai.
Silvia terdiam, apa benar ia selama ini tidak
peka? Apa benar ia terlalu terobsesi? Ia bukan bermaksud terobsesi tapi ia
hanya mencoba untuk peduli. Silvia merasa ada getaran dari handphone layar
lebarnya, ternyata ada e-mail masuk dan itu dari Kris. Silvia memandangi Kris
yang jauh, yang kini tengah menyesap cairan bening digelas elegan itu. Ia
membukanya. Sebuah kalimat yang panjang ternyata.
**Seperti
Caviar. Caviar adalah sebuah kue yang terlahir dari suatu bahan yang aneh jika
dibandingkan dengan bahan-bahan kue yang pernah ada. Sama sepertimu, yang juga
terlahir dari keluarga yang aneh menurutmu. Semuanya sudah tertata rapih,
sehingga kamu terobsesi untuk mengubahnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang
muncul dari dalam benakmu tanpa pernah bertindak. Seperti Caviar yang tak
pernah peka akan kenyataan hidupnya. Ia sudah berubah menjadi Kue bangsawan,
dipuja hanya karna berasal dari bahan telur ikan sturgeon liar yang langka,
tanpa bisa menyadari dirinya adalah bangsawan, karna dia adalah benda mati,
pencetak uang dan hanya untuk dimakan. Kamu juga seperti itu. Tak pernah peka
akan kenyataan hidupmu, kamu berasal dari keluarga bangsawan tapi kamu tak
pernah menyadari itu, karna kamu selalu mengeluh akan hidupmu. Hingga kamu
merasa kamu ini adalah benda mati yang hidup karna aturan. Kamu dan Caviar
sama-sama dipuja, sama-sama bangsawan, berdarah biru dan hanya dapat disentuh
oleh orang-orang yang sederajat denganmu. Kamu dan Caviar sama-sama belum bisa
menanggung beban mahkota yang kalian kenakan, hingga semuanya terasa aneh. Kue
itu memang terbuat dari bahan yang lezat, tapi jika manusia tak dapat merasakan
kelezatannya, orang tak ingin membelinya bukan?Begitu juga kamu. Kamu memanglah
orang kaya, tapi jika orang lain tak dapat ikut merasakan yang kamu rasakan,
maka kamu tak ingin menjalaninya bukan?Karna kamu merasa terlalu berbeda.**
Silvia tersenyum setelah membaca kalimat itu,
ia bisa menangkap apa yang dikatakan Kris, walaupun terlihat terlalu berbelit-belit.
Pria itu tak pandai berkata-kata ternyata. Kai yang ada disebelahnya hanya
memicingkan matanya melihat sahabatnya itu seperti orang gila, senyum-senyum
sendiri dengan handphonenya.
“Sudah tahu kenapa kamu disebut seperti
Caviar?” Tanya Kai.
Silvia mengangguk, “Ya, terlalu terobsesi
dan tidak peka, Sebenarnya ada satu lagi.”
“Apa?”
“Sama-sama tidak bersyukur, caviar sudah
berhasil menjadi terobosan baru, tetapi tidak mensyukuri dengan membuatnya
mahal. Sama seperti ku sudah menjadi kaya tapi masih terlalu banyak bertanya.
Kenapa begini ?kenapa begitu? Apa ini? Apa itu? Aku benar-benar tidak peka
ternyata.” Jawab Silvia
“Bagus kalau kau sudah tahu, sekarang
hampirilah tunanganmu itu, ia terlihat seperti patung Hercules sekarang” Ucap
Kai.
Silvia tersenyum, dan segera berlari
menghampiri pemuda yang kini telah ia tetapkan menjadi pangeran dihatinya. Memeluk
leher pria itu dari belakang, membuat pria itu terkejut akan tingkahnya.
“Mau berdansa denganku,pangeran Kris?”
“Kamu bahkan tidak mencintaiku? Dan satu
lagi, oh itu juga bukan gayamu” Jawab Kris.
“Ayolah, aku sudah mencintaimu sekarang.
Bukankah hanya ada dua cinta didunia ini? Cinta saat pandangan pertama dan
cinta saat menjalaninya. Dan aku mendapat cinta yang kedua. Kau, Cinta yang
pertama. Kita saling melengkapi bukan?” Tanya Silvia.
“Baiklah, ayo” Ucap Kris akhirnya. seraya
melemparkan senyumannya.
Mereka berdua berdansa. Ditemani oleh
alunan musik yang lembut. Berkat Caviar. Silvia menjadi mengerti tentang
kehidupannya selama ini. Tentang pilihannya yang salah karena telah menjadi si
Kaya yang terlalu banyak bertanya tapi tidak bertindak. Semuanya memang
bertolak belakang antara si Kaya , Si Menengah atau Si Miskin , tapi yang perlu
diketahui adalah semua yang bertolak belakang pada akhirnya pasti mempunyai
tujuan yang sama. Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul dibenaknya soal
kesenjangan sudah mulai terjawab satu-persatu dari sekarang.
Apa yang sebenarnya tak diketahui Si
Miskin? Dan apa yang tidak diketahui si Kaya? Ada berapa jawaban? 100 atau
hanya 1?Jawabannya ada 1 yaitu Rasa Bersyukur. Si Kaya ingin seperti si
Miskin dan Si Miskin ingin seperti Si Kaya.
Apa yang tidak dimiliki si Kaya dari
Si Miskin? Dan apa yang tidak dimilik si Miskin dari Si Kaya? Si Kaya tidak
memiliki Kebersamaan , dan Si Miskin tidak memiliki sikap yang santai.
Apa yang membuat si Kaya selalu ingin
memperkaya diri? Agar ia dapat hidup tenang untuk masa depan keluarga.
Mereka cenderung memikirkan keluarganya dulu baru memikirkan orang lain. Jadi
jangan salahkan mereka. Tegur jika mereka menggunakan cara yang salah. Jangan
dengan hujatan.
Apa yang dilakukan oleh si Kaya? Dan
apa yang dilakukan oleh si Miskin? Dalam kehidupan mereka. Mereka sama-sama
melakukan sebuah usaha yang keras untuk mencapai sebuah kesejahteraan, walaupun
dengan cara yang berbeda. Si Kaya cenderung lebih mudah , tapi Si Miskin
memerlukan keringat dari pelipisnya.
Lalu apa yang dicari si kaya dan si
Miskin dari kehidupan? Mereka sama-sama mencari sebuah kebahagiaan. Untuk
Keluarga, teman, dan juga untuk kekasihnya.
See? Semua yang bertolak belakang
mempunyai puncaknya,kan? Si Kaya dan Si Miskin memang bertolak belakang, tapi
percayalah mereka hanya mencari sebuah kebahagiaan dari segala usaha mereka
selama ini. Kesenjangan memang tidak akan pernah ada habisnya jika terus
menerus kita pertanyakan. Karna dari tahun ketahun jumlah mahkota yang kita
pilih memang akan selalu betambah.
Untuk saat ini, mahkota mana yang akan kalian
pilih? Mahkota Cinta, Mahkota persahabatan, Mahkota si Miskin , Mahkota si Kaya
atau Mahkota si Kaya Baru? Tentu disetiap mahkota memiliki resiko
masing-masing. Mahkota cinta, maka kalian harus siap dengan resiko sakit hati.
Mahkota persahabatan, maka kalian harus siap dengan resiko dikhianati. Mahkota
si Miskin, maka kalian harus siap dengan resiko selalu berusaha keras untuk
mendapatkan sesuatu. Jika Mahkota si Kaya , maka kalian harus siap dengan
resiko godaan setan dimana-mana. Dan yang terakhir Mahkota si Kaya Baru, kalian
harus siap dengan resiko beban yang kalian alami. Banyak yang mengalami depresi
menjadi si orang KAYA BARU , karna ia merasa asing dan seolah-olah terkurung.
Dan sekarang semuanya sudah jelas,bukan?
Semua ini bukan tentang CAVIAR atau Silvia si orang kaya baru yang terlalu
banyak bertanya. Ini semua tentang kesenjangan yang berada dalam sebuah pilihan yang kita ambil. Pertanyaan itu
memang muncul dari dalam benak seseorang. Tapi Seseorang itu tak pernah bisa
mengutarakannya. Karna seseorang ini adalah seorang rakyat kecil. Yang berusaha
menyampaikan, Kalau Kesenjangan yang besar dapat tertutupi oleh Pilihan yang
kita ambil, hanya perlu memahaminya dan menjalaninya.
“Bagaimana, kamu suka Caviarmu?”
“Ya, Aku Suka”
THE
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar