Selasa, 22 April 2014

ANOTHER HERO (Prologue)

By Silvia Sayuti Putri
Prolouge :
          Semak-semak itu bergemercik tertiup kerasnya angin yang berhembus menembus pepohonan. Dinginnya malam menembus masuk kedalam tulang. Pedesaan yang terletak ditengah hutan tampak sunyi tertutupi oleh gelapnya malam. Sebenarnya itu bukan pedesaan, melainkan sebuah rumah-rumah kosong terbengkalai bekas koloni penjajah hutan, hutan Epping. Mungkin nama hutan ini memang tak asing, hutan ini memang angker namun yang tidak diketahui, terdapat keindahan didalamnya. Suara, makhluk-makhluk disana,semuanya menarik mata, tapi begitu berbahaya.
Ketenangan hutan itu kini mulai terusik. Terusik oleh langkah kaki pasukan kuda yang mendekati pedesaan itu. Kuda hitam yang paling besar dibarisan paling depan itu berhenti, serta diikuti oleh pasukan kecil dibelakangnya. Pria dengan tudung putih turun dari kuda hitamnya, berjalan  mendekati salah satu rumah yang sudah sangat hancur lebur. Pria itu menjulurkan lidahnya, menjilati debu-debu rumah itu, meresapi, apa yang membuat desa ini begitu hancur. Nafasnya terhenti sebentar, besitan-besitan kecil menggores penglihatannya, besitan aneh, tentang musuhnya.
            “Hmm… Vampire.” Gumam pria bertudung putih itu, namun masih dapat terdengar oleh pasukan dibelakangnya.
            Pasukan yang menaiki kuda hitam itu mulai turun satu-persatu begitu mendengar apa yang digumamkan ketuanya. Pria maupun wanita mulai mendengus-dengus, nafas mereka mulai tidak teratur, urat-urat yang berada didalam tubuh mereka mulai menonjol keluar. Ketua bertudung putih itu sadar atmosfer ditempat ia berada sudah mulai berubah, rakyatnya kesal. Para koloni Vampire itu sudah melanggar janji mereka. Janji 300 tahun yang lalu. Tapi ketua itu tak mau gegabah, selain Vampire.. ada satu tersangka lagi. Tersangka yang selalu mengadu domba mereka, entah apa tujuannya makhluk lainnya sejenis seperti mereka, juga tak mengerti hingga sekarang. Dia yang tak boleh disebut namanya. Masih menghilang entah kemana, dan itu juga termasuk ancaman. Suara auman sudah terdengar, gigi runcing nan tajam milik kaumnya sudah terlihat sekarang, auman kemarahan , kebencian, haus dan lapar. Kau tahu bagaimana darah mereka. Mereka penuh dengan keserakahan dan kegelisahan. Gerakan kaumnya sudah mulai gusar, melihat ke sekeliling ruang lingkup mereka, Mewaspadai jika ada serangan tiba-tiba. Serigala putih, yang paling besar diantara yang lainnya, lompat datang menghadap sang Ketua, menuduk hormat serta disertai dengusan yang masih belum hilang.
            “Sir, Kaum Vampire itu melanggar janjinya lagi, kita harus menyerang, koloni penjajah hutan adalah orang yang harus kita lindungi, kita adalah Guardians mereka.” Ucap Serigala putih itu, -Peter-
            Auman sorak-sorak setuju dari rakyatnya mendengung keras, menembus rembulan yang bersinar terang. Sang Ketua mengetukan tongkatnya tiga kali, menandakan sebuah perintah untuk diam bagi kaumnya. Teriakan sebuah panggilan samar-samar terdengar. Seorang kakek tua berlari dengan tergesa-gesa menabrak serombongan serigala putih dihadapannya demi menghampiri sang ketua yang tengah dilanda kebingungan. Kakek tua itu menghampiri sang ketua dengan nafas terengah, dengan menyentuh pundaknya ia memandang lekat kepada sang ketua. Ketua bertudung putih itu menatap tak percaya, Apa ? Sudah lahir? Secepat itu? Mana mungkin, seolah mengerti atas respon sang ketua, Kakek itu mengangguk dan segera menuntun sang ketua ke suatu tempat yaitu Sungai pelangi, dengan iringan auman gembira, bukan kemarahan lagi. Begitu sampai disana, ia dapat melihat seorang wanita terbujur lemas dengan menggendong seorang bayi serigala tampan. Ketua itu begitu senang dan segera menghampiri wanita itu, lebih tepatnya istrinya. Istrinya tersenyum, dan memperlihatkan goresan yang terdapat diipunggungnya. Goresan dari kuku sang ibu, bertuliskan namanya, -LAIME-
            “Laime? He’s name is Laime?” Tanya Sang Ketua, -Layor;
            “Yes, merupakan gabungan dari nama kita, kekuatan kita, dan keabadian kita, Layor and Merida, Laime” Jawab Istrinya lemas, -Merida-
            Sang Ketua – Layor- tersenyum dan mengambil alih sang anak kedalam gendongannya,mengangkat tinggi –tinggi dibawah sinar bulan. Kaumnya bersorak-sorak gembira, Serigala terakhir mereka telah lahir, serigala yang telah diramalkan oleh Man in The Mon sebagai penyelamat kaum mereka. Penyelamat dari musuh mereka, dan seorang penjaga penjajah hutan. Laime lahir atas kekuatan ayah dan ibunya. Layor, merupakan ketua yang memiliki postur tubuh besar dengan bahu lebar. Ia merupakan serigala putih, dengan gigi taring yang gesit dan lincah, tak ada satupun yang dapat mengejarnya, mereka akan letih, dengan jarak yang masih jauh. Ibunya, Merida, adalah seorang wanita anggun, serigala putih yang penuh kelembutan disetiap bulunya, serigala putih yang memiliki kuku listrik yang dapat membunuh siapapun yang mengancamnya. Laime akan terlahir seperti itu, Serigala putih yang lincah dan Gesit dengan Kuku Listrik dikaki dan tangannya.
Maih bertanya siapa mereka?
They are is The Guardians Of Forest Colonialists.


The Adventure will Begins!
TBC..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar